Pra PK: Berjibaku membagi waktu
Khawatir. Kata itu yang bisa mendeskripsikan perasaan saya
pada H-1 sebelum keberangkatan PK atau yang pada awalnya saya kira artinya Program
Kepemimpinan. Saya, yang baru resmi masuk ke dalam PK LPDP angkatan 22 pada
tanggal 31 Oktober 2014, menjalani kurang lebih 2 minggu waktu saya sebelum PK
dimulai seperti Roller Coaster. Tugas-tugas
pra PK yang subhanallah banyaknya,
kerjaan kantor yang juga harus diberesin sebelum berangkat PK, dan kerjaan-kerjaan
lain yang juga sudah mepet deadline. Saya
berpikir kenapa waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu seperti tidak cukup
untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Bahkan, sempat terbesit pikiran bahwa saya
tidak akan sanggup untuk menjalani semua ini. Namun, orang-orang di sekitar
saya mengingatkan bahwa perjuangan ini bahkan belum dimulai. Saya tidak boleh
menyerah.
Kekhawatiran lain datang dari pikiran saya mengenai
teman-teman PK angkatan 22 yang saya temui. Selama ini berbincang melalui LINE
atau WhatsApp saja seperti belum cukup. Bagaimana sifat asli mereka,bagaimana
kalau saya tidak bisa berbaur dengan mereka, karena bagaimanapun juga mereka
adalah orang-orang hebat dari berbagai bidang ilmu. Hari demi hari berlalu.
Grup angkatan di LINE semakin sepi, namun grup kelompok di WhatsApp semakin
ramai. Kami me-review lagi mengenai
perlengkapan yang perlu dibawa, tugas-tugas yang telah dan akan dikerjakan
selama PK, dan yang pasti saling menguatkan satu sama lain untuk menjalani 7
hari di PK. Beberapa orang ada yang sudah standby
di Wisma Hijau H-1 pelaksanaan PK, beberapa orang sisanya akan datang di Minggu
pagi. Saya berharap semuanya akan berjalan dengan lancar dan selalu
mengingatkan diri saya bahwa saya harus menikmati every single process.
Hari pertama: kesan pertama begitu
menggoda
Tibalah hari pertama. Dengan segala ke-hectic-an dan beratnya barang bawaan, saya akhirnya bisa bertatap
muka langsung dengan nama-nama yang tadinya hanya bisa saya lihat di kontak
LINE atau WhatsApp. Orang yang pertama menyapa saya adalah tidak lain tidak
bukan ketua kelompok pra PK, Clarissa Azharia. Sebelumnya kami juga sudah
ngobrol banyak di WhatsApp, jadi sudah tidak ada rasa canggung di antara kita.
Setelah itu, saya bertemu dengan teman-teman PK 22 lainnya. Hal yang membuat
saya excited adalah saya
menebak-nebak siapa nama orang-orang ini, karena kebetulan saya mudah
menghafalkan wajah. Perkenalan kami pun dilanjutkan di dalam aula. Pertemuan
pertama diisi dengan penjelasan mengenai PK yang disampaikan oleh bapak
Mohammad Kamiludin. Pada saat itulah saya baru tahu bahwa PK saat ini diartikan
sebagai Persiapan Keberangkatan yang menjadi program pembekalan dan evaluasi
awal para penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia yang diselenggarakan oleh
LPDP. Ada 3 tujuan PK yang TIDAK BOLEH dilupakan oleh para peserta PK: menjadi
duta LPDP, memperkuat bonding angkatan, dan menuai inspirasi. Penjelasan
mengenai PK pun diselingi dengan berbagai ice breaking seru yang diberikan oleh
kakak-kakak panitia. Games yang paling diingat adalah games TRACK 1, TRACK 2 ,
dan sebagainya yang dibawakan dengan ciamik oleh kak Jiwo. Pada saat itu kami
juga diperkenalkan dengan pendamping kelompok dan kelompok kami dengan
beruntungnya mendapatkan kak Permadi sebagai pendamping kelompok. Di sela-sela
materi, kami menghabiskan waktu dengan mengulang-ngulang mars dan ikrar
angkatan yang harus kami hapal. Dengan bantuan mas Yutmen dan bang Amos, kami
bernyanyi dan mengucapkan ikrar dengan penuh semangat.
Sesi materi pertama yang kami terima pada hari pertama
berjudul Paradigma Sumber Daya Manusia Kompetitif dan Berwawasan Global yang
disampaikan oleh Tantia Dian Permata Indah. Tantia sendiri merupakan adik kelas
saya masa SMA. Mahasiswa berprestasi nasional tahun 2010 ini di usianya yang
masih sangat muda sudah bisa memberikan inspirasi. Ada 3 hal yang ia sampaikan
mengenai cara menjadi manusia yang unggul, yaitu dengan menjadi otentik,
kompetitif, dan adaptif. Quotes yang akan selalu saya ingat dari Tantia adalah “appreciating individiuality while keeping
humility”.
Sesi materi kedua di hari pertama bertema Cendekiawan Muda
Indonesia: Learning Today, Leading
Tomorrow. Materi ini disampaikan bapak Yudi Latief, MA, Ph.D yang merupakan
salah satu penulis Indonesia yang paling produktif. Ia adalah satu-satunya
penulis Indonesia yang bukunya dimasukkan ke dalam perpustakaan di Australia.
Pembicaraannya dibuka dengan pertanyaan “apa bedanya seorang ilmuwan dan
seorang cendekiawan?”. Saya sendiri pada awalnya belum memahami perbedaan kedua
istilah tersebut. Sampai beliau menjelaskan bahwa perbedaannya pada value. Seorang ilmuwan mengabdikan
ilmunya kepada ilmu pengetahuan (devotee
of knowledge), namun seorang cendekiawan
mengabdikan hidupnya kepada nilai (devotee
of value). Hal yang paling menohok hati saya adalah ceritanya mengenai
sejarah kemerdekaan. Dahulu, hanya dengan beberapa sarjana, Indonesia bisa
mencapai kemerdekaannya. Sekarang, meskipun sudah memiliki ribuan sarjana, kejayaan
Indonesia malah mundur. Menurut beliau, roh kebersamaan lah yang hilang di
dalam jiwa-jiwa para pemuda Indonesia. Sesi materi kedua ini mengakhiri hari
pertama PK 22.
Hari kedua: Apa yang disampaikan dari
hati akan menyentuh hati
Saya sangat excited
menjalani hari kedua. Sebelumnya pak Kamil mengingatkan kami bahwa belum tentu
jajaran direksi bisa menghadiri sesi What,
Why, and How to LPDP. Namun, ternyata kekhawatiran saya terbantahkan. Pak
Eko Prasetyo, selaku direktur utama LPDP datang untuk membuka rangkaian
kegiatan PK kami dan sekaligus mengisi materi mengenai What, Why, and How to LPDP dan Visi Kepemimpinan LPDP. Saya yang
sedikit emosional hingga berkaca-kaca mendengar kata sambutan yang dibawakan
oleh pak Eko. Ia menyampaikan bahwa bedanya program LPDP dengan program
beasiswa lainnya adalah kita memiliki ikatan terhadap 250 juta rakyat
Indonesia. Kita bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena rupiah demi
rupiah yang dikumpulkan dari pajak masyarakat Indonesia. Dalam sesinya sendiri,
pak Eko juga menyampaikan harapan-harapn mengenai LPDP ke depannya. Ia berharap
setelah para awardee menyelesaikan
pendidikannya dan kembali ke Indonesia, akan dibentuk ikatan alumni untuk
saling berbagi dengan awardee-awardee
baru. Pak Eko juga menyatakan bahwa para awardee yang saat pulang nanti masih
belum tahu mau melanjutkan kemana, ketuklah pintu LPDP dulu. Saat ini sudah
banyak perusahaan-perusahaan yang ingin menjalin kerjasama dengan LPDP.
Harapannya LPDP dapat menjadi pool talent
yang mengakomodir lulusan LPDP untuk bisa bekerja dengan perusahaan-perusahaan
terbaik di Indonesia. Sesi pak Eko Prasetyo pun dilanjutkan dengan materi Visi
Kepemimpinan LPDP. Pertanyaan yang terlontar saat itu adalah “values atau karakter seperti apa yang
harus muncul dari pemimpin Indonesia?”. Pak Eko menjabarkan beberapa hal
penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu kapasitas, kompetensi,
karakter, dan acceptability. Pesan
pak Eko kepada kita sebagai calon pemimpin adalah menyelesaikan urusan dengan
diri ktia sendiri, bebaskan dari semua kepentingan-kepentingan, baru kita bisa
membangun Indonesia.
Sesi materi ketiga bertema Membangun Indonesia Melalui
Gagasan Inovatif Karya Ilmiah yang disampaikan oleh Bapak Prof. Misri Gozan. Di
usianya yang baru menginjak 46 tahun, ia sudah bergelar profesor di bidang
bioteknologi. Di sini beliau menyampaikan betapa pentingnya riset dan paten
yang harus dimiliki oleh sebuah negara. Menurut beliau, sbenarnya riset di
Indonesia sudah oke, hanya saja ketika kita membandingkannya dengna riset di
luar negeri, kekurangannya banyak. Pesan penting dari beliau adalah bahwa
ketika kita nanti akhirnya menjalani perkuliahan, jangan mengejar ilmu untuk
mengalahkan orang lain, tapi kejarlah apa yang diperlukan oleh bangsa ini 20
tahun ke depan.
Sesi materi keempat, yang merupakan sesi terakhir pada hari
ini merupakan sesi paling unik. Materi yang berjudul Social Education Enterpreneurship menghadirkan bapak Zainal Abidin,
atau bang Jay, sebagai pembicara. Ia membuat sesi tersebut lebih interaktif. Ia
mendirikan berbagai lapangan kerja di berbagai bidang. Pesan dari beliau adalah
untuk selalu menjaga trust, karena
itu adalah modal utama untuk menjadi manusia. Kita juga harus berani berpikir out of the box.
Hari ketiga: inspirasi dari mereka
yang menginspirasi
PK hari ketiga dimulai dengan perjalanan kami ke SMA-SMA di
kawasan Depok untuk melakukan social
project yang berjudul Sharing and
Inspirational Class. Kelompok dr. Soetomo sendiri mendapatkan kesempatan
berkunjung ke SMA terbuka MASTER Depok di kawasan terminal Depok. Dari 30 anak
yang konfirmasi kehadirannya ke pihak sekolah, hanya 16 anak yang akhirnya
benar-benar menunjukkan dirinya di tempat. Namun ternyata benar, kuantitas
tidak menentukan kualitas. Dengan sedikitnya peserta yang hadir, keterikatan
yang kami bangun dengan teman-teman dari SMA Master sangat erat. Bahkan pada
saat sharing session, kami sempat
meneteskan air mata karena berbagi cerita dengan teman-teman SMA. Kami yang
tadinya datang untuk memberikan inspirasi, malah mendapatkan inspirasi dari
teman-teman semua.
Sepulangnya dari program SIC, kami mendapatkan pengalaman
luar biasa yaitu bisa berbagi dengan Dik Doang atau yang ingin disapa sebagai
Om Ganteng. Penyampaian materi ala teatrikal tidak mengurangi esensi dari tema
yang ia sampaikan mengenai social
education enterpreneurship. Inspirasinya dibagi melalui ceritanya mengenai
Kandank Jurank Doank, sebuah tempat pendidikan di alam yang dibangunnya untuk
anak-anak jalanan yang belum bisa berkesempatan mengenyam pendidikan formal. Ia
juga mengajari kita betapa pentingnya rasa ikhlas dan syukur atas segala nikmat
dan rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dan tetap istiqomah untuk
memperjuangkan hal yang kita yakini baik.
Sesi terakhir hari ketiga bertema Nusantara dalam Genggaman
Teknologi yang disampaikan oleh Dr. Warsito Purwotaruno. Beliau menyampaikan hasil
risetnya di bidang Electromagnetic
Capasitance Volume Tomography (ECVT) untuk mendeteksi kanker dalam tubuh
manusia. Quotes yang sangat
menginspirasi yang disampaikan dalam sesi ini adalah “to start something always important, but continuing to the end
something that has been started is all needed to make all the efforts
meaningful”.
Hari keempat hingga hari keenam: Kita
adalah satu, satu adalah kita, untuk Indonesia
Hari keempat dan hari keenam merupakan hari-hari dimana kami
sudah mulai terbiasa dengan kehidupan di PK. Pemateri yang inspiratif,
teman-teman yang sangat antusias setiap sesi, dan panitia-panitia yang tidak
kenal lelah mendampingi kami. Di hari keempat, kami mendapatkan kesempatan
berharga untuk bisa sharing dengan
bapak Arief Munandar, seorang trainer handal yang lulus studi doktoralnya dari
bidang sosiologi politik dan sosiologi organisasi. Mungkin namanya sudah tidak
asing lagi bagi sebagian orang. Terlalu banyak inspirasi yang saya dapatkan
dari beliau yang mungkin bisa menghabiskan berlembar-lembar halaman kertas A4.
Singkat kata, pak Arief menyampaikan materi bertema Menuju pemimpin Baru yang Kontributif.
People, transformation, and culture
merupakan 3 kata kunci utama dalam kepemimpinan, namun sebelumnya seseorang harus
bisa menjawab mengapa ia harus melakukan itu. Pak arief juga menyampaikan bahwa
modal dasar seorang profesional sejati adalah kemampuan membangun trust and respect. Keduanya dibangun
atas kombinasi kompetensi, kontribusi, dan kredibilitas. Sesi kedua di hari
keempat, disampaikan materi mengenai pembinaan kesadaran bela negara untuk
mewujudkan maritim Indonesia yang berdaulat. Bapak Laksamana Muda TNI (Purn)
Husein Ibrahim MBA membangkitkan rasa nasionalisme para peserta dengan
cerita-ceritanya mengenai rasa nasionalisme yang dimiliki oleh orang-orang
terdahulu.
PK hari kelima merupakan hari paling seru, karena kami para
peserta PK dibawa ke Lembang untuk melakukan outbond dengan tema unshakeable
mental race. Dari games-games kecil yang dilakukan untuk memperkuat bonding
kelompok, games besar seperti flying fox,
rapling, double rope, dan human jump
yang memperkuat rasa kepercayaan diri kita, hingga paint ball, games yang menguji kakuatan bonding kelompok dan
keyakinan diri untuk berjuang mendapatkan kemenangan. Outbond yang sudah
dilalui ini keseruannya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Satu hal yang
pasti, saya bangga masuk ke kelompok dr. Soetomo. Kami pun mendapatkan predikat
sebagai kelompok terbaik Outbond PK-22.
Hari keenam merupakan hari terakhir kami mendapatkan materi
indoor. Sesi pertama, kami mendapatkan kesempatan untuk berbagi dengan penulis
buku 99 Cahaya di Langit Eropa, Rangga Almahendra dan Hanum Rais. Mereka
berbagi mengenai pengalaman hidup di luar negeri melalui materi yang berjudul
Produktif dan Prestatif di Luar Negeri. Berdasarkan pengalamannya hidup di luar
negeri, ia menilai Indonesia bukannya sebagai negara miskin atau negara
berkembang, namun negara yang tidak ter-manage dengan baik. Karena Indonesia
memiliki sumber daya yang sangat melimpah, termasuk sumber daya manusianya. Mas
Rangga juga menyampaikan tips-tips untuk tinggal di luar negeri. Beliau
menyatakan bahwa seseorang dikenal karena karyanya dan profesionalisme yang ia
miliki, bukan karena identitas eksternalnya seperti hijab atau warna kulit.
Jadi pesannya adalah tunjukkanlah performa yang terbaik dari diri kita, tidak
perlu takut terhadap stigma mengenai hijab atau warna kulit atau bahkan asal
negara kita. Sesi selanjutnya adalah mengenai Mekanisme Pencairan Keuangan
Beasiswa Pendidikan Indonesia yang disampaikan oleh bapak Lukmanul Hakim dan
Ratna Prabandarie. Sesi ini merupakan sesi yang membahasa segala tetek bengek
teknis di LPDP. Para peserta pun sangat antusias dengan sesi ini. Sesi materi
terakhir di PK 22 adalah Refleksi Merah Putih yang dibawakan okeh bapak
Fahrizal Muhammad. Sesi ini dibawakan dengan sangat khidmat. Kami para peserta
dibawa ke dalam suasana nasionalisme yang sangat kental dengan ditunjukkan
betapa indahnya alam Indonesia ini namun nasib masyarakat Indonesia yang masih
menyedihkan. Ia menyampaikan keadaan Indonesai dalam satu rumusan 3T: Tidurnya
sarjana, tidurnya lahan, dan tidurnya dana. Kemudian kami semua dibawa untuk
merefleksikan apa yang sudah dan akan kami lakukan untuk Indonesia, bahwa
Indonesia membutuhkan orang-orang seperti kami. Kami diajak menyanyikan lagu
Indonesia Pusaka dan berjanji di hadapan sang Merah Putih.
Hari ketujuh: Drama Musikal yang
tidak akan pernah dilupakan
Hari ketujuh merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu.
Bukan karena akan berakhirnya PK ini, namun karena di sini kami diberikan
kesempatan untuk menunjukkan pertunjukkan terbaik dari angkatan kami. Konsep
yang dibuat oleh mbak Fitria begitu matang yang dibantu eksekusinya oleh
seluruh peserta PK-22. Kami mengerahkan seluruh kekuatan kami sebagai pemain,
penari, penyanyi, pemain musik, dan pekerja di belakang layar untuk memberikan
pertunjukan fantastik yang telah kami siapkan selama 3 minggu. Dan ternyata,
minimnya waktu persiapan tidak membuat kami lantas patah semangat, dan hal itu
dibuktikan dengan terorganisirnya drama musikal ini dengan baik. Berawal dari
cerita mengenai ande-ande lumut dan para klenting, kami mengenalkan budaya
nusantara melalui berbagai tarian dan nyanyian daerah yang dinyanyikan secara
live oleh paduan suara hebat yang kami miliki dan kemudian ditutup dengan flash
mob satu angkatan dan pelepasan confetti yang waktunya sangat tepat.
Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaan saya saat ini.
Bertemu dengan orang-orang hebat dari berbagai profesi yang berasal dari
seluruh penjuru Indonesia, membuat saya menyadari bahwa Indoensia tidak perlu
takut kekurangan calon pemimpin hebat di masa depan. Saya memutuskan menjadikan
PK ini sebagai momentum titik balik saya dari orang yang awalnya masih berpikir
untuk diri sendiri menjadi orang yang akan lebih berkontributif untuk bangsa
ini. Saya bangga menjadi bagian dari kelompok 2 dr. Soetomo. Saya bangga
menjadi bagian dari PK angkatan 22. Saya bangga menjadi bagian keluarga LPDP.
Dan saya bangga menjadi Bangsa Indonesia.